Zaman Gus Dur: Jejak Intelektual Seorang Pemimpin
Abdurrahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur, merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Selain dikenal sebagai seorang ulama dan budayawan, Gus Dur juga pernah menjabat sebagai Presiden Indonesia keempat. Kiprah dan pemikirannya yang luas tidak terlepas dari perjalanan pendidikannya yang unik dan penuh warna. Pendidikan yang ditempuh Gus Dur tidak hanya mencakup jalur formal, tetapi juga jalur nonformal yang memperkaya wawasan dan pemikirannya.
Zaman Gus Dur: Jejak Intelektual Seorang Pemimpin
Sejak kecil, Gus Dur dikenal memiliki kecerdasan yang luar biasa. Pendidikan formalnya dimulai dari Sekolah Dasar, di mana ia tidak hanya mendapatkan pelajaran akademik biasa, tetapi juga belajar bahasa Belanda secara mandiri. Kemampuannya dalam memahami bahasa asing menjadi salah satu faktor yang membantunya dalam menyerap berbagai literatur, baik dari dunia Barat maupun Timur.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Gus Dur melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Gowongan, Yogyakarta. Masa sekolahnya di Yogyakarta menjadi salah satu fase penting dalam hidupnya. Selama tinggal di kota pelajar ini, ia menetap di rumah seorang sahabat ayahnya, yaitu K.H. Junaidi. Di lingkungan ini, Gus Dur tidak hanya mendapatkan pendidikan formal tetapi juga banyak belajar tentang dunia pesantren dan budaya intelektual Islam.
Pengaruh Lingkungan dan Pendidikan Nonformal
Pendidikan Gus Dur tidak hanya diperoleh dari sekolah, tetapi juga dari lingkungan sekitarnya. Ayahnya, Wahid Hasyim, merupakan seorang tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang berperan dalam merancang sistem pendidikan pesantren yang lebih modern. Hal ini memberi pengaruh besar terhadap Gus Dur dalam membentuk cara berpikirnya yang terbuka dan inklusif.
Selain belajar di sekolah, Gus Dur juga menghabiskan banyak waktu membaca buku-buku filsafat, sastra, serta politik. Ia memiliki kebiasaan membaca yang kuat, yang membantunya dalam mengembangkan wawasan yang luas di berbagai bidang. Ia juga aktif berdiskusi dengan berbagai kalangan, baik dari lingkungan pesantren maupun akademisi, yang semakin memperkaya pemikirannya.
Melanjutkan Studi ke Luar Negeri
Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, Gus Dur melanjutkan studinya ke Al-Azhar University, Kairo, Mesir. Di sana, ia belajar tentang ilmu keislaman dan filsafat. Namun, karena sistem pendidikan di Al-Azhar yang lebih berfokus pada hafalan dan kurang sesuai dengan gaya belajarnya yang lebih analitis, ia memutuskan untuk pindah ke Universitas Baghdad, Irak.
Di Universitas Baghdad, Gus Dur lebih leluasa mengeksplorasi berbagai pemikiran modern, mulai dari filsafat Barat hingga konsep keislaman yang lebih progresif. Interaksinya dengan mahasiswa dari berbagai latar belakang semakin memperluas pemahamannya tentang perbedaan budaya dan cara pandang dalam memahami agama dan kehidupan sosial.
Kembali ke Indonesia dan Kontribusi di Dunia Pendidikan
Setelah menyelesaikan pendidikannya di luar negeri, Gus Dur kembali ke Indonesia dan mulai berkiprah di dunia pendidikan serta organisasi keislaman. Ia aktif di Nahdlatul Ulama (NU) dan turut berperan dalam pembaruan pendidikan pesantren agar lebih relevan dengan perkembangan zaman.
Beberapa kontribusi penting Gus Dur dalam dunia pendidikan di Indonesia antara lain:
Mendorong sistem pendidikan yang inklusif, di mana pendidikan pesantren tidak hanya berfokus pada ilmu agama tetapi juga mengajarkan sains dan keterampilan lainnya.
Menjadi penggerak dalam kebebasan berpikir, dengan mengajarkan nilai-nilai pluralisme dan demokrasi dalam dunia akademik.
Mengembangkan konsep Islam yang moderat, yang mengajarkan toleransi dan menghargai keberagaman dalam masyarakat.
Kesimpulan
Pendidikan yang ditempuh Gus Dur tidak hanya berasal dari sekolah formal, tetapi juga dari lingkungan sekitarnya, interaksi dengan berbagai pemikir, serta pengalaman belajar di luar negeri. Pengaruh pendidikan dalam hidupnya tercermin dalam cara pandangnya yang luas, toleran, dan progresif. Sebagai seorang pemimpin, Gus Dur tidak hanya membawa perubahan dalam dunia politik, tetapi juga dalam dunia pendidikan dan pemikiran Islam di Indonesia. Warisan pemikirannya tetap menjadi inspirasi bagi banyak generasi hingga saat ini.